José Artigas menjalani hidup dengan bertempur di atas kuda dan tidur bernaung bintang. ketika ia memerintah di tanah yang dibebaskannya, mahkotanya adalah sebuah tengkorak lembu dan satu2nya seragamnya adalah poncho. 


Ia pergi ke pengasingan tidak membawa apa2 kecuali pakaian di punggung, dan ia meninggal dalam kemiskinan.


Sekarang, di alun2 terpenting Uruguay, sebuah patung besar bapak bangsa terbuat dari tembaga menunggang kuda yang berlari menyerang, menatap kita dari ketinggian.


Jagoan berjaya yang dipajang untuk menggambarkan kemenangan itu serupa dengan patung2 di seluruh dunia tentang pahlawan tentara yang diagungkan.


Patung itu menyatakan dirinya José Artigas.


Sumber Buku: Children of the Days

Pengarang: Eduardo Galeano

Penerjemah: wanda hafidz

Foto: en.wikipedia.org

[fiq/rid]

Cinta pertama ketika melihatmu

Berkata tak percaya kau mahluk Tuhan paling cantik

Sempurna penuh rindu di pelupuk

Tak hilang bagai debu

Beranjak besar anak manusia

Menari di kehidupan dunia rantau

Entah kapan kembali tuk berjumpa

Saling bercerita terharu sedu

Jadilah baik tuk sesama

Jadilah cinta bagi dunia

Jadilah adil tak injak-injak kuasa

Jadilah bijaksana tak berseteru

Semoga Tuhan selalu bersamamu

Tuhan cinta kepada pemberani

Negara bagian Sergipe, di Timurlaut Brazil: Paulo Frairei memulai hari kerjanya dengan sebuah grup buruh tani sangat miskin yang diajarnya membaca dan menulis.

“apa kabar, João?”

João tidak menjawab. ia menyentuh tepi topinya. kebisuan panjang. akhirnya, ia berkata, “saya tidak bisa tidur. sepanjang malam saya tidak bisa memicingkan mata.”

Tidak ada kata2 lagi keluar darinya, sampai ia menggumam, “kemarin, untuk pertama kalinya, saya menulis nama saya.”

Sumber Buku: Children of the Days
Pengarang: Eduardo Galeano

Penerjemah: wardah hafidz

Foto: [fiq/rid]

Kehidupan cantik karena arak dan puisi, diucapkan di depan pemandangan terindah.

Tak tahu mana lebih baik bagi kehidupan ini, penyair mabuk atau pendekar bermandi darah.

---Pendekar Tanpa Nama---

di antara bunga-bunga kau sendirian bersama guci anggurku minum sendirian, dan mengangkat cawan kuajak rembulan minum bersamaku,

bayangannya dan bayanganku berada di dalam cawan anggur, hanya kami bertiga, lantas aku mengeluh bagi rembulan yang tak bisa minum,

dan bayanganku yang mengosong bersamaku yang tak pernah ngomong: tanpa kawan lain, aku bisa ditemani yang dua ini;

dalam saat-saat membahagiakan, akupun mesti bahagia dengan segalanya disekitarku;aku duduk dan bernyanyi dan seperti rembulan menemaniku;

tetapi jika aku menari, adalah bayanganku menari bersamaku; sementara belum mabuk, aku senang membuat bulan dan bayanganku menjadi kawan, tetapi lantas ketika aku mabuk,

kami semua berpisah; betapapun merekalah kawan-kawan yang selalu bisa kuandalkan yang tak akan marah apapun yang terjadi;

kuharap suatu hari kami bertiga akan berjumpa lagi di kedalaman Bima Sakti.

Sumber Buku: Nagabumi II

Pengarang : seno gumira ajidarma

Foto:[fiq/rid]


Sekitar waktu ini di tahun 2000, seratus delapanpuluh negara menyusun Deklarasi Milenium, yang mengikat mereka untuk memecahkan masalah dunia yang paling mendesak. 


Hanya satu tujuan yang tercapai dan itupun tidak tercantum dalam daftar keberhasilan mereka:  mereka berhasil melipatgandakan jumlah konsultan ahli yang disyaratkan untuk menangani agenda berat itu. 


Menurut apa yang saya dengar di Santo Domingo, seorang konsultan ahli berhenti di sebuah peternakan ayam di pinggiran kota milik Doña María de las Mercedes Holmes, dan berkata kepadanya, “kalau saya bisa mengatakan persis berapa ayam yang anda punya di peternakan ini, bagaimana kalau satu ayam anda untuk saya?”.


Ia menghidupkan layar komputer tabletnya, menghidupkan GPS, menghubungkan dengan kamera satelit lewat handphone 3G dan menghidupkan fungsi penghitung pixelnya. 


“Anda punya seratus tigapuluh dua ayam.”


Lalu ia menangkap satu ayam.


Doña María de las Mercedes tidak mau menyerah begitu saja. 


"Kalau saya bisa menyebutkan pekerjaan anda, bagaimana kalau ayam saya anda kembalikan? oke, anda seorang konsultan internasional. saya tahu karena anda datang tanpa ada yang mengundang, anda masuk peternakan ayam saya tanpa minta ijin, anda memberitahu saya sesuatu yang saya sudah tahu, lalu anda menagih bayaran.”

Sumber Buku: Children of the Days

Pengarang: Eduardo Galeano

Penerjemah: wardah hafidz

Foto: [fiq/rid]

Lelah datang tak kenal waktu, amarah, kesal, luka, hitungan angka kehidupan

Tak kuat harapan datang mengikis impian suram, celoteh sang bulan pada bintang membawa surat cinta, tak lagi laku berbaring kaku

Bibir tipis sekarang hancur berdarah, robek, terasa sakit berucap rindu. Terkapar dalam bius asmara sesat tak berucap

Entah siapa dalang menjadi wayang, tertidur pulas tak memejamkan mata. Suara musik gamelan, irama pengantar ruang kenyataan.

Sinar dunia tak pernah berhenti dengan air mata, darah dari cerita selalu bertekuk lutut pada cahaya kehidupan

Bukan menunggu mati, menjalankan pesan tersaji di meja makan

Diam

Sunyi

Dingin


Koki mengundang bersidang sapi muda, babi muda, burung onta, kambing, kijang, ayam, bebek, kelinci, ayam hutan, kalkun, burung dara, burung pegar, ikan hake, ikan sardin, ikan cod, ikan tuna, gurita, udang, cumi2 dan bahkan kepiting dan kura2, yang datang paling akhir. 


Setelah semua berkumpul dan tercatat, koki menjelaskan, “saya mengundang anda sekalian ke sini untuk bertanya,  anda sekalian mau dimakan dengan saus apa.” 


Salah satu undangan menjawab, “saya sama sekali tidak mau dimakan.”

Maka koki pun menunda sidang.


Sumber Buku: Children of the Days

Pengarang: Eduardo Galeano

Penerjemah: wardah hafidz

Foto: [fiq/rid]


Aku melihatnya dari kiriman gambar

Cara menuju Tumpang Pitu Banyuwangi

Tidak ada asap terbakar

Daun, ranting, batu, kering, sunyi

Di tengah Jalan

Menunggu hujan

Menanti pasti akan tiba tarian hujan

Suaranya sudah dekat, seperti ada panggilan

Bertelanjang kaki menapak bumi

Disekitar berguguran daun jati

Setapak demi setapak ada apa di depan nanti

Jalanan sedikit menanjak membuat kejutan hati

Berhenti saling menatap

Seperti napak tilas

Langit biru tak beratap

Tidak ada wajah memelas

Abadikan diri dalam alam

Berbaris gunung-gunung kecil di ikat cincin lautan biru

Tersenyum, mengingat entah sampai kapan

Semoga alam lautan tak mati

Gila, Teluk Banyuwangi sungguh indah

Gunung, tepian garis air laut, awan putih, langit bergelantungan

Di depan mata menjadi saksi bisu peradaban

Air lautnya tenang tak bergelombang

Tak sudi mereka rampas dengan tambang emas

Tak rela air bercampur limbah kejahatan lingkungan

Akhirnya semua mati tak tersisa

Anak negeri tak bisa bercerita bangsa

[fiq/rid]

Foto: eko cb



Raja Prancis, Louis XIV, Raja Matahari, lahir hari ini tahun 1638.


Raja Matahari itu mendedikasikan hidupnya untuk perang akbar melawan para tetangganya dan perawatan cermat wig keritingnya, mantel tanpa lengannya yang megah, dan sepatu2 hak tingginya.


Selama pemerintahannya, dua kali bencana kelaparan yang beruntun membunuh lebih dari dua juta rakyat Prancis. 


Jumlah itu bisa ditahu berkat kalkulator mekanis yang ditemukan oleh Blaise Pascal setengah abad sebelumnya. Bisa diketahui juga penyebabnya, berkat Voltaire, yang tidak lama setelah itu menulis: “kebijakan yang baik terletak pada rahasia ini: tahu cara membiarkan mereka mati kelaparan sehingga kita bisa tetap hidup.”


Sumber Buku: Children of the Days

Pengarang: Eduardo Galeano

Penerjemah: wardah hafidz

Foto: [fiq/rid]

Siaran langsung dari beberapa media televisi Internasional memberikan penayangan full, tanpa jeda iklan, tanpa sponsor, tanpa basi-basi. Semuanya disajikan kehadapan para pemirsa dengan baik dan profesional. Apakah para tokoh pejabat elit politik di negara anda seperti ini atau ,bagaimana mereka berdebat dan beragumentasi?.

Para perdana menteri saling mengemukakan pendapatnya dengan baik, serius serta penuh profesionalitas kerja. Tidak lupa mereka selalu tahu bagaimana caranya berbicara, berhenti bicara, mendengarkan orang lain berbicara, menimbang pendapat orang lainnya. Lalu bagaimana dengan para pejabat di negeri anda, pola perilaku ketika mendengarkan pendapat orang lain?. Mereka mengenal kebudayaan negara yang lainnya sangat erat, "Bagai api dengan asap". Tetapi tidak membuat mereka tidak serius atau hanya bermain-main dengan keputusan serta kebijakan.

Karakter menyakinkan para pejabat-pejabat lainnya tanpa merendahkan, lalu tegasnya moderator memberikan alur-alur pembicaraan,serta sikap para anggota parlemen mengapresiasikan pendapat lainnya sungguh keren. Perlukah negara-negara lain mencontoh cara berpendapat seperti para anggota-anggota parlemen di Eropa?.

Tinggalkan suasana tertidur dalam ruang rapat kerakyatan ketika sedang membicarakan hal-hal penting, apalagi dalam menentukan nasib kehidupan orang banyak. Berikanlah penanyangan jelas kepada masyarakatnya, agar dapat pengajaran politik dari para elite. Bertangung jawablah kepada apa yang disampaikan karena hal berpendapat itu bukan titipan dari beberapa golongan saja. Kalau hanya diam, semua juga bisa diam, tetapi ada diam yang sangat istimewa, seperti dalam peribahasa ini "Air tenang jangan disangka tidak ada buayanya".

Belum terlambat untuk menjadi seorang negarawan, karena anda beruntung diberikan kesempatan untuk menjadi golongan elite. Suara anda akan di dengar oleh layar-layar media dan juga mempunyai dukungan pengikut yang banyak. Jadi pergunakanlah kekuasaan sementara tersebut dengan baik serta dapat merubah kehidupan, kemajuan, keadilan di negeri ini. Jangan lupa untuk selalu bersikap adil, menjaga kehidupan alam, hutan serta lautan, karena itu adalah sumber kehidupan bagi semua mahluk hidup.

Belajar dari cara berpendapat orang-orang Eropa atau siapapun yang cocok membuat pertambahan pola pikir dan jangan lupa tetap mengikuti prosesnya, jangan hanya mengambil hal yang enak-enak saja tetapi ketika berproses mengalami kesulitan lalu berpindah gagasan, jalan pintas. Seperti dalam peribahasa" Berguru kepalang ajar, bagai bunga kembang tak jadi".

[fiq/rid]

© PT. Aliansi Rakyat Multimedia Indonesia 2021
magnifiercrossmenuchevron-down