Kebudayaan dan Film Another Trip To The Moon

Rakyat.id
08/02/18

Ismail Basbeth mempunyai premis ketika sedang di Berlin, obrol dengan teman dan menyaksikan film festival.

Menceritakan tentang sebuah hubungan yang mempunyai banyak ide cerita kebudayaan di Indonesia, seperti cerita dayang sumbi,lalu cerita di Toraja.

Menuliskan ide cerita tersebut beberapa draft dan mengkolaborasikan,saat itu banyak teman-teman, Anto, Charlie memang seperti itu konsepnya"ayo kita berkolabirasi, menentukan naskah dan semuanya".

Dan dimulailah persiapan,untuk menuliskan script naskah selama dua tahun. Lalu Setahun kemudian,karena keterbatasan jarak komunikasi kami berdiskusi via e-mail dan telpon. Bulan Februari cas log dan Pelaksanaan syuting bulan Juli.

Dalam hal kebudayaan di film another trip to the moon ini dapat dilihat kebiasaan perilaku masyarakat yang sering dilakukan sehari-hari,seperti dilihat pada awal film ini yang menggambarkan ada seorang ibu berdoa lalu melihat foto anaknya dan ditaruh di bawah bantal,ungkapan kerinduannya kepada sang anak. Lalu kebudayaan Toraja,tentunya kami mengapresiasikannya dalam bentuk film atau cinema.

Tingkat kesulitan editor dalam film another trip to the moon ketika harus menentukan in dan out,dalam arti setiap shootnya itu kapan dimulai dan kapan diakhiri,karena audio lalu sound nya sudah dibentuk dalam post audio,jadi saya mengimajinasikan dalam kepala saya sendiri untuk menambahkan hal ini dan itu ,menyambung,
memotong gambar film,keputusan yang cukup banyak hingga membutuhkan konsentrasi sampai selesai terjadinya out.

Untuk Film panjang membutuhkan kedapatan konsentrasinya terlebih dahulu,sampai kita menyelesaikan film.

Gagasan untuk film ini pertama dibuat untuk festival,untuk penulisan naskah kami mendapatkan founding dari berbaw yaitu salah satu divisi Rotterdam film festival untuk melakukan pemutaran film ini.

Hingga di luar dugaan dari ekspektasi kita semua,ternyata film ini masuk dalam kompetisi Tiger yaitu kompetisi film utama Rotterdam.

Karya film untuk wilayah Asia tenggara hanya dua, Indonesia dan Filiphina.
Motivasi,respons serta dukungan dari teman-teman editor serta komunitas lainnya cukup baik,karena film ini sebagai alternatif bagi kami. Ketika sudah banyak film yang ditampilkan secara umum,lalu ada film yang dikemas secara berbeda sampai penontonnya.

Bukan berbeda hanya dalam bentuk promo dan omongan,tetapi yaa berbeda sampai bentuk filmnya.
Pesan untuk editor muda,selain mempelajari teknik juga lebih banyak belajar tentang pengetahuan umum,filsafat,sejarah,kebudayaan dan membaca cinema itu sendiri. Melihat dan mengetahui isue-isue tersebut dalam sudut pengetahuan. Peluang,kesempatan untuk film-film Indonesia berkarya dan diputar di luar negeri mempunyai banyak celah.

Film Another trip to the moon bisa membaca peta festival,kita tidak bisa berbuat asal saja.
Dukungan Pemerintah sangat menarik untuk pembuatan industri kreatif film festival,kalau dukungan yaa kurang didukung.
Tetapi kita selalu punya cara,sebagai anak muda untuk bergerak sendiri. Direstui atau tidak direstui negara kami akan tetap bergerak. Pemerintah harus membuka mata sampai ke bawah,karena film festival dan kompetisi merupakan film komunitas berawal dari komunitas.

Kalau ada pengusaha yang ingin berinvestasi untuk film-film seperti ini agak susah,karena akan berbenturan dengan idealis.Hal ini keadaan yang berbanding terbalik,kita butuh uang tetapi kita tidak mau karya-karya dikhianati,harus ada kompromi-kompromi,uang kembali dan segala macam hal.

Lebih baik kita bergerilya,mau syuting saja nol rupiah. Yang kita punya semangat dan berani untuk berkarya menciptakan film.Untuk ke depannya film another trip to the moon akan terus bergerak dalam acara film festival dan selalu optimis untuk menemukan penontonnya sendiri.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
© PT. Aliansi Rakyat Multimedia Indonesia 2021
userusersmagnifiercrossmenuchevron-down
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x