Pemilu serentak 17 April 2019 merupakan tonggak sejarah kemajuan cara pandang memilih, penghematan uang negara, serta menjunjung tinggi proses demokrasi. Hal ini hanya terjadi di negara Indonesia dengan metode demokrasi pancasila serta kebhinekaan Tunggal Ika dari semua warga masyarakatnya.
Harus diterima dengan bangga dari segala macam sudut pandang, bahwa proses pemilu serentak ini berjalan dengan baik aman, lancar tanpa hambatan apapun. Senada diungkapkan oleh pemantau luar negeri,
https://pemilu.tempo.co/read/1196583/kata-pemantau-asing-soal-pemilu-indonesia-fantastic
Dengan jumlah 800.000 Tempat Pemungutan Suara(TPS). Hal ini terbukti bahwa sistem pemilihan sudah dilaksanakan berjalan, berproses sesuai peraturan serta mekanismenya, dalam hal ini sistem pemilihan berhasil merumuskan siapa saja pasangan calon yang telah berhasil. Tetapi adakah permasalahan dalam hal tersebut? , Jelasnya ada, seperti kesalahan-kesalahan teknis dalam peliputan nilai cepat , yang bisa dibilang kesalahan pada human error saja. Hasil human error dapat diatasi kembali serta dapat berlanjut penghitungannya. Tidak usah diambil Repot, teringat kata-kata seorang negarawan, “Gitu Aja Kok Repot”.
Apakah rakyat sudah menerima arti kemenangan serta kekalahan para calon pasangannya?
Menurut saya, rakyat sudah move on untuk kembali melanjutkan aktifitas, pergaulan, toleransi serta hubungan sosial dengan manusia/masyarakat lainnya, dahulu sempat berbeda pilihannya saja. Tetapi saat ini yang terjadi adalah, sikap dewasa para pemilih dimasyarakat tidak terdapat konflik apapun. Mungkin kalau kita lihat ada beberapa orang saja yang tidak siap, bersikap tidak puas atas hasil akhir, lalu mau apa lagi?.
Lalu siapakah yang tidak merasa siap kalah?
Anggota kelompok yang merasa kalah dengan hasil akhir. Mereka masih belum sadar, belum siuman dari mimpi persaingan bahwa pertandingan telah usai, juara telah datang untuk masa periode 2019-2024.
Para elite politik harus bertanggung jawab atas kejadian ini, mereka haruslah menanggung dosa sejarah, atas perseteruan di dalam nilai kehidupan, kebudayaan serta harmonisasi asas kekeluargaan ini. Hukum pidana jelas mutlak akan diberikan apabila ada para elite melakukan tindakan-tindakan merugikan masyarakat luas. Ungkapan kekesalan sebaikknya dilakukan secara sadar, bertanggung jawab, sesuai dengan hukum berlaku, tidak menggunakan aksi sihir, aksi pemufakatan jahat, serta aksi bebal tak bisa mendengarkan siapapun. Permasalahan hukum apa saja yang akan muncul ketika tidak siap untuk menerima pemenang dalan kontes kenegaraan, yaitu:
- Perbuatan Makar, pemufakatan jahat
- Perbuatan Makar yang dilakukan secara berkelompok serat peserta makar akan mendapatkan hasil hukuman berat.
Seperti diatur dalam Pasal 87 KUHP”Makar sesuatu perbuatan dianggap ada, apabila niat si pembuat kejahatan sudah nyata dengan dimulainya melakukan perbuatan itu, menurut Pasal 53. Unsur penting aja yang bisa menyebabkan terjadinya Makar, Niat & Permulaan pelaksanaan.
Niat seperti apakah itu?
Mempunyai niat yang secara jelas, gamblang, mengajak, mempengaruhi, lalu diutarakan, diberitahukan oleh yang bersangkutan. Sedangkan secara objek, niat tersebut dapat diketahui secara luas dengan adanya pergerakan unutk melaksanakan pengaruh tersebut dalam bentuk perbuatan nyata.
Biasa saja dalam pertarungan politik, terasa oleh kepentingan, modal besar, kekuasaan, serta kepribadian ganda untuk menjadi orang paling berpengaruh dalam negara, tidak bisa yang namanya juara itu berdua, dalam konteks untuk mencari pemimpin negeri. Kalau anda mau “juara bersama” lebih baik ikutan lomba atau kompetisi saja yang nantinya akan ada juara satu bersama. Merasa kalah dalam pertarungan memikat hati masyarakat yang akan memilih, merupakan kekalahan diri anda sendiri untuk tidak memaksimalkan waktu yang telah diberikan untuk mendekatkan diri kepada masyarakat. Jangan salahkan rakyat tidak memilih anda, berarti anda disuruh untuk bercermin!
Tidak usah norak, tidak pantas, mencela, berkhianat, bermusuhan, apalagi melakukan makar untuk mengambil sebuah kekuasaan yang memang sudah ada aturan kenegaraan, hukum serta hak. Menyatakan aksi curang tanpa bukti kuat, merupakan omong kosong, saran saya silahkan saja melakukan aksi ketidakpuasan dengan cara-cara baik, apabila anda masih tidak puas. Jangan merusak ideologi, citra kebanggsaan, dari dahulu NKRI sudah ada kedamaian. Kalau anda mau melawan hukum silahkan saja lakukan dengan berani, tetapi harus tunduk dengan hukum berlaku.
Sebaiknya kita merasakan kembali bagaimana usaha para pemimpin kita merebut kemerdekaan Indonesia dari semua pihak, tidak malah merusaknya dengan berdalih untuk menggerus arti kepercayaan berbangsa dan bernegara. Disini Indonesia negara damai dengan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, kalau anda tidak suka silahkan pergi saja dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Merdeka!
Merdeka!
Merdeka!
[fiq/rid]
Sumber gambar: twitter.com