Sudah banyak penanggulangan, pergantian, pencegahan , perubahan, pencerahan, penangkapan, tetapi tetap saja masih ada praktek melakukan korupsi dalam bentuk apapun yang hasilnya kelak akan merugikan rakyat banyak, instansi serta lingkungan. Semuanya dilakukan secara sadar, terencana, mempunyai waktu serta kesempatan melakukan korupsi.
Menurut Anthony Eden” Coruption never has been compulsory”, andaikan anda melakukan tindakan korupsi, jangan pernah membawa latar belakang, ketidakmampuan, masalah pendidikan, pengetahuan, serta ungkapan tentang pendapatan anda ketika sedang menjabat suatu pekerjaan ataupun projek besar.
Apabila dilihat dari kasus-kasus tindakan korupsi, biasanya dalam sidang penyelidikan, penyidikan serta pemberian hukuman, bisa kita bayangkan satuan alur cerita yang mempunyai awal dan akhirnya kllimaks sampai koruptor ini tertangkap dengan sanksi jatuhan hukuman. Jelas sekali, korupsi itu dilakukan dengan sadar, mempunyai niat, terencana, serta berkelompok. Apakah melemahkan suatu organisasi penyemangat korupsi merupakan rencana berikutnya, agar korupsi bisa bangkit melihat kesempatan?
Agar lebih mantab lagi terkait korupsi ini, banyak pengertian korupsi di ranah publik, biasanya ada tingkatan korupsi biasa saja, tahap menengah dan tingkatan lebih tinggi lagi, mengikuti cara berkelompok, gaya serta obyek. Kalau bisa berterus terang, semua masyarakat, lapisan intelektual, instansi, pekerja kasar, sudah sangat paham apakah itu korupsi. Tetapi harus dibedakan dengan permasalahan seperti ini contohnya, ketika bapak mandi dan taruh celana panjangnya, lalu kita dengan sengaja mengambil uang di kantong orang tua kita, menurut saya itu adalah tindakan pencurian, tindakan biasa. Hal tersebut merupakan tindakan tidak baik, tidak boleh dilakukan sering-sering pasti bapak tahu uangnya akan berkurang.
Menurut Arrigo dan Claussen,”Mengambil atau menerima suatu keuntungan buat diri sendiri yang tidak sah secara hukum dikarenakan individu tersebut mempunyai otoritas dan kekuasaan”. Bersikap tidak adil karena anda berkuasa dan lalai dengan ranah publik untuk keuntungan anda, merupakan suatu hal yang dapat dilihat kelemahannya. Karena anda menggunakan sifat kekuasaan publik bagi anda sendiri.
Dapat dipertajam kembali untuk selalu fokus kepada ranah publik, apabila hal tersebut berbicara tentang kepentingan khalayak orang banyak dan anda bermain dengan kekuasaan tersebut, maka oleh sebab itu berpikirlah adil. Menurut Pramudya A.T “Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil, sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan”.
Lalu bagaimana kejadiannya ketika sebuah organisasi independen anti korupsi mendapatkan pemimpin yang melemahkan lembaga anti korupsi tersebut?.
Apakah semua pihak yang tidak korupsi akan menjadi tidak berdaya ketika pergerakan korupsi menjadi semakin besar?.
Semua manusia secara psikologi mempunyai sifat tidak adil, saatnya manusia memperbaiki sifatnya, tetapi untuk satuan manusia yang mengingatkan tentunya harus menjadi garda terdepan sebagai model percontohan. Kejadian seperti pelemahan, pelecehan, ketidakpercayaan pasti akan datang, tetapi menurut saya tidak perlu khawatir karena pengikut keadilan serta kelompok anti korupsi akan memberikan kebaikan kepada pelemahan yang datang tersebut.
Berperilaku merupakan tingkatan hidup bersosial, apabila seseorang sudah melakukan tindakan korupsi, sepertinya tidak akan bertaham lama dalam aturan kehidupan yang wajar dalam masyarakat normal. Jadi korupsi adalah kondisi psikologi manusia, berubah karena kekuasaan serta pemuasan diri sendiri dalam mencari pilihan kehidupan. Bagaimana mencegah para pembuat niat koruptot ini menahan diri dari kelakuan korupsi?.
Membentuk, membuat pola baru, memodifikasi lingkungan tempat kerja, tempat tinggal serta kompetisi kesadaran manusia yang menantang kepuasaan manusia, agar psikologis keadilan, karakter melayani, menjadi suatu kegiatan menyenangkan bagi semua pihak. Siapakah yang cocok untuk mensosialisasi anti korupsi?
Peran pemuka penggiat agama dalam mencegah tindakan korupsi menurut saya lebih tepat dengan pengikut-pengikutnya yang sudah dalam tingkatan positif dalam memahami arti keadilan dan bertindak kemanusiaan. Lalu bagaimana dengan transparansi dan hukuman bagi para koruptor, hal tersebut harus dilakukan dengan sifat jera, tetapi juga perubahan-perubahan modifikasi hukuman harus diterapkan. Biasanya hukuman, apabila tidak mengalami perkembangan signifikan, tidak akan membuat para koruptor ini sadar akan perilakunya. Untuk hal tersebut, sebaiknya dipikirkan ide hukuman terbaru setiap saat, menurut modus korupsinya.
Motif menyimpang dari individu mahluk sosial merupakan tantangan bagi para mahluk sosial lainnya untuk melakukan perimbangan, koreksi, penyempurnaan. Perbaikan dalam sistem perseleksian tokoh-tokoh anti korupsi juga harus mendapatkan perhatian khusus, terbuka, transparan, karena peran dari tokoh pejabat publik sangatlah penting menjadi ikon keadilan unutk memuaskan publik. Kalau anda diberikan kesempatan menjadi tokoh pejabat publik anti korupsi, hal apa saja yang anda akan lakukan dalam menumpas akar korupsi, walaupun perilaku koruptor akan terus menjadi bunganya?.
Jangan pernah lelah untuk bersikap adil, berperikemanusiaan serta bersosial dalam mencegah korupsi. [fiq/rid]