AWAL SEBUAH PERADABAN
II.1.Zaman Bahari
Zaman bahari tatkala Nusa Bali dan Lombok masih dalam keadaan goncang, layaknya perahu diatas lautan selalu goyang dan oleng. Ketika itu hanya ada empat gunung di Bali, di bagian Timur gunung Lempuyang namanya, dibagian selatan gunung Andakasa, bagian Barat gunung Watukaru, bagian utara Gunung Mangu namanya dan pula gunung Bratan. Sebab itu sangat mudahlah Hyang Haribhawana menggoyangkan nusa ini. Bhatara Hyang Pasupati sangat sedih melihat situasi Nusa Bali, maka segeralah Beliau memotong puncak gunung Mahameru, untuk dibawa ke Pulau Bali dan Lombok, Badawang Nala diperintahkan mengusung puncak gunung, Sang Anantabhoga dan Naga Basuki menjadi tali gunung itu, sedang Naga Taksaka menerbangkan dan menurunkan di Bali pada hari Kamis Kliwon wuku Merakih, sasih Kadasa sekitar bulan April, tepat saat bulan mati atau Tilem, rah 1, tanggek 1, tahun Saka 11.
Menurut analisa Team Sejarah dan Budaya Bali th 2012, cerita ini menggambarkan secara terselubung bahwa Bhatara Pasupati yang dimaksud adalah seorang penguasa di pulau Jawa, Gunung Mahameru digambarkan sebagai ilmu pengetahuan, Bedawang Nala digambarkan sebagai dasar dari ilmu keagamaan, Sang Naga Anantabhoga dan Naga Basuki dimaksud sebagai lambang aturan tentang pelaksanaan ilmu keagamaan tersebut.
Jadi bisa dianalisa untuk sementara, bahwa pada sekitar tahun 11 Saka, keadaan pulau Bali dan Lombok selalu bergolak dan tidak aman akibat belum adanya tatanan ilmu pengetahuan keagamaan yang mengatur kehidupan penduduknya. Hal ini yang mengerakkan hati seorang penguasa di pulau Jawa untuk menyebarkan ajaran agama dan ilmu pengetahuan ke Bali dan Lombok. Ajaran suci itu diantaranya berupa dasar-dasar keyakinan serta aturan-aturan yang mengikat masyarakat dalam melaksanakan kewajiban terhadap bangsa dan agamanya. Karena setelah ajaran agama dan ilmu pengetahuan itu diturunkan di Bali dan Lombok, kedua pulau menjadi mulai tenang tanpa gejolak.
Selang beberapa tahun lamanya pada hari Kamis Kliwon wuku Tolu, pada Purnama raya, sasih Kasa sekitar bulan Juli, rah 7, tenggek 2, tahun Saka 27, terjadi hujan sangat lebat disertai badai, guruh dan kilat sambarmenyambar.
Gempa bumi gemuruh membawa hujan selama dua bulan tidak putus-putus. Puncaknya kemudian, Gunung Agung atau Giri Tolangkir meletus mengeluarkan sangat banyak air salodaka atau air belerang, pada hari Selasa Kliwon wuku Kulantir, sasih Kalima sekitar bulan Nopember, tepat bulan Purnama, pada tahun Saka 31, tampak turun beliau yang dimuliakan, Bhatara Hyang Putrajaya disertai adiknya yang dikenal dengan nama Hyang Bhatari Dewi Danu, menuju Besakih, terus menetap bertempat disana bergelar Hyang Mahadewa. Bhatara Dewi Danu berparhyangan di Ulun Danu Batur dan Bhatara Hyang Genijaya berparhyangan di Gunung Lempuyang.
Beliau bertiga diutus oleh Bhatara Hyang Pasupati untuk turun ke Bali, sebagai junjungan rakyat Bali sampai akhir zaman. Tahun Saka 896 kembali Bhatara Hyang Pasupati mengutus murid-murid Beliau untuk turun ke Bali bertugas menyempurnakan tatanan kehidupan masyarakat Bali, walaupun penuh dengan rintangan, segala kehendak Beliau akhirnya terlaksana sehingga Bali dan Lombok menjadi daerah yang tenang tanpa gejolak. Tulisan dalam lembar demi lembar babad ini mengandung makna yang jauh lebih dalam dari sekedar mithologi belaka, menyiratkan perkembangan ilmu pengetahuan di Pulau Bali dan Lombok pada masa sekitar tahun 896 Saka.
II.2.Penyebaran Suku Bangsa Austronesia.
Sebelum kedatangan para Rsi Agung yang mengajarkan kehidupan beragama di Bali, keadaan hutan-hutan tropis yang lebat menjadi tempat bermukim yang sangat baik bagi orang-orang Autronesia yang berbudaya sangat terbatas. Awalnya empat kerabat dari kelompok masyarakat yang kesehariannya memakai bahasa Austronesia, Tai-Kadai, Hmong-Mien Austro-Asiatik menepati wilayah Tiongkok bagian selatan antara tahun 2000 Sebelum Masehi hingga 1000 Sebelum Masehi.
Bangsa Han yang mendiami wilayah utara Tiongkok menyerbu ke selatan hingga mengusir penduduk Austronesia dan memaksa mereka untuk melakukan migrasi besar-besaran ke wilayah Taiwan, kepulauan Asia Tenggara dan Samudra Pasifik lainnya.
Migrasi yang bertahap dari penduduk Austronesia menjadikan mereka kemudian mendiami wilayah-wilayah yang berjauhan dan berkembang kehidupannya di masing-masing wilayah sesuai dengan kultur wilayah yang didiami, sehingga cenderung memiliki beberapa perbedaan walaupun mempunyai asal perkembangan yang awalnya sama. Penyebaran penduduk dari Taiwan ke Bali diduga melalui Maritime Asia Tenggara, sehingga budaya dan Bahasa penduduk Bali berkaitan sangat erat dengan penduduk kepulauan Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Oseania.
Bila ditinjau dari ras dan penyebarannya, penduduk Bali merupakan ras Melayu Mongoloid dalam sub ras Deutro Melayu yang juga bermukim dan berkembang di daerah Bali, Jawa dan Banjar. Bali telah dihuni oleh bangsa Austronesia sekitar tahun 2000 sebelum Masehi yang bermigrasi dan berasal dari Taiwan melalui Maritime Asia Tenggara.Budaya dan bahasa dari orang Bali demikian erat kaitannya dengan orang-orang dari kepulauan Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Oseania, data juga ditunjang dengan ditemukannya oleh para peneliti berbagai jenis alat-alat batu yang berasal dari saat itu di dekat desa Cekik di bagian sebelah barat pulau Bali. Ilmu Arkeologi yang khusus mempelajari kehidupan masa lampau melalui benda-benda artefak membagi masa Pra Aksara atau Pra Sejarah menjadi 2 zaman.
Para peneliti asing seperti: P.V. van Stein Callenfels, A.N.J. Th. van der Hoop, dan H.R. van Heekern membagi pembabakan zaman dalam ilmu Arkeologi menjadi 2 teori, yang diketahui dari berbagai penggalian dan penelitian terhadap benda dan alam zaman pra aksara. Dari hasil penelitian para ahli arkeologi, maka tabir kehidupan masyarakat pra aksara Indonesia dapat diketahui dan dapat dibagi menjadi 2 Jaman, yaitu zaman batu dan zaman perundagian.
Pada zaman batu dibagi lagi menjadi 3 periode atau masa, antara lain zaman batu tua atau Paleothikum, zaman batu tengan atau Mesolithikum dan zaman batu muda atau Neolithikum. Peninggalan-peninggalan zaman batu seperti kapak genggam, kapak Sumatera, pebble, kapak persegi dan kapak lonjong belum ada yang ditemukan di daerah Mambal sehingga untuk sementara bisa kita simpulkan bahwa daerah Mambal belum ada tanda-tanda terjamah oleh kehidupan manusia pada zaman batu yang berlangsung kurang lebih 700.000 tahun lamanya.
Pada zaman ini alat-alat kehidupan manusia sebagian besar terbuat dari batu, kayu dan tulang. Sementara itu berdasarkan para ahli memakai metode Tipologi atau metode dengan acuan bentuk dan tipe benda peninggalan menjadi zaman Batu menjadi 3 periode, antara lain zaman batu, zaman logam atau perundagian dan zaman pra aksara.
Zaman batu dan zaman logam tidak bisa ditentukan dengan pasti kapan mulai dan berakhirnya karena pada zaman logam alat-alat dari batu masih juga dipergunakan oleh penduduk. Para ahli membuat pedanan zaman logam hanya sebagai tanda bahwa sudah mulai dikenal oleh penduduk alat-alat yang terbuat dari logam. Peninggalan dari zaman ini banyak ditemukan di wilayah Bali, terutama sekali berbentuk perhiasan sebagai bekal kubur di beberapa sarkofagus.
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan penduduk di berbagai daerah di Bali lebih memilih untuk bermukim di wilayah-wilayah pegunungan yang berjarak dekat dengan sumber air, selain karena berlimpah sumber makanan juga sangat baik dipakai sebagai benteng alam guna menangkal serangan musuh atau binatang buas.
Pada era berikutnya penduduk mulai berupaya menyiapkan bahan persediaan makanan dengan bercocok tanam, meninggalkan goa-goa tempat tinggal mereka mereka sebelumnya dan mulai tinggal di dataran dengan rumah sederhana yang berbahan baku kayu dan bambu beratap kulit kayu atau rumbia. Peneliti Barat, B.J. Miggen dan Clifford Evan Jr dalam studinya tentang kehidupan di hutan-hutan teropis menyatakan bahwa hutan tropis di wilayah Bali tidak berbeda jauh dengan keadaan hutan Tropis di Amerika Selatan.
Perubahan perlahan-lahan terjadi dengan terbentuknya perkampungan-perkampungan kecil semacam Dukuh atau Kuwu dengan beberapa rumah kecil yang tempatnya tidak beraturan. Bentuk rumah di perkampungan Bali pada masa ini berbentuk kebulat-bulatan dengan atap rumbia yang menjuntai hingga ujungnya menyentuh tanah. Rumah ini hanya bisa menampung beberapa anggota keluarga saja, tidak lebih dari 4 orang.
(Lanjutkan Part III)
Baca juga sebelumnya : https://www.rakyat.id/budaya/kyai-anglurah-mambal-sakti-part-i/
Judul : PURANA WANGSA ANGLURAH MAMBAL SAKTI
Sumber : Lempihan tembaga & Lontar (Yayasan Dharma Kawisastra)
Penterjemah & Sejarawan : IDA BAGUS BAJRA. YDK. BALI. 04.2020
[RID/fiq]