Hari ini, matahari bersinar, membuat bayang tanaman purba. Tanduknya hampir menyentuh bumi, bunga kamboja berwarna kuning berjatuhan menghias tanah dibasahi rintik hujan, tadi malam.
Ada yang tidak biasa, aktifitas di Jakarta tidak lagi menjadi kebosanan, rindu macet, berisik di tempat kantor, berkeringat di dalam transportasi umum, mengunjuni sasana olahraga dan tentunya berdiskusi di meja-meja penjual kopi. Kami semuanya tak bisa beranjak dari rumah kami, karena status epidemi selalu mencari korban kematiannya.
Skala prioritas tidak lagi menjadi hitungan angka, karena sudah banyak ketidakdisiplinan dibuat oleh warga sipil, seperti melarikan diri dari rumah sakit, tetap berkumpul walaupun sedang sakit dan lebih seriusnya adalah tentang pasien yang berbohong ketika mereka sakit, hasilnya seluruh tenaga medis dapat terpapar virus.
Kejadian berikut yang akan terjadi?.
Negara kami, menyimpulkan kedatangan tuan Corona pada dua bulan lalu. Banyak yang bilang, kita sudah terlambat untuk bertindak, kita tidak siap menghadapi epidemi, kita kurang waspada kepada Covid-19. Kalau boleh di bilang terlambat, yang saya rasakan adalah bahwa kita terlalu percaya diri serta sisi kenyamanan tingkat tinggi. Karena banyak diagnosis, kesimpulan medis yang menerangkan bahwa virus tersebut tidak mungkin hidup dengan cuaca tropis. Ternyata keadaannya terbalik, virus ini dapat hidup dimanapun dengan cara penularan cepat mengenai target umur serta kondisi kesehatan korban.
Untuk kata siap, tidak ada satupun negara akan siap. Untuk perumpamaan kata waspada, terlalu serius kita memandang kata tersebut menjadi aktifitas kerja. Sepertinya cocok untuk hal ini adalah disiplin.
Banyak negara-negara lainnya sudah mulai menghitung angka korban, tidak terkecuali walaupun sedikit tapi ada.
Tetapi tidak tahu juga, apakah itu data otentik atau hanya kisah data saja?.
Maklum saja, perihal epidemi wabah ini juga merupakan suatu gengsi kehormatan terhadap nilai kesehatan warga serta negara, dilihat dari sudut pandang sikap penanganannya. Kelak dikemudian hari, akan terlintas tentang profesionalitas negara dalam menghadapi wabah epidemik global.
Untuk negara yang tidak siap didalam penyediaan tenaga ahli kedokteran berharap bersiap-siap untuk mengalami tingkat stres tinggi. Sekali lagi nilai kesiapan pendidikankesehatan suatu negara akan terlihat mutu, kualitas dan kwantitasnya dalam hal mengatasi penyakit-penyakit epidemik.
Bagaimana dengan persiapan penyediaan alat-alat kesehatan?.
Mungkin hal ini sangat diperlukan, dipikirkan, diadakan, dirawat oleh negara – negara yang mempunyai penduduk padat, karena tidak mungkin untuk mengatasi epidemi tinggi memerlukan alat-alat perang yang seba canggih,semuanya tidak akan terpakai hanya diam di tempat parkir. Mulai ambil alat tulis, catat kebutuhan kesehatan mulai saat ini dan persedian untuk tahun depan, ternyata tidak mempunyai perlengkapan kesehatan yang mempunya standar, merata disetiap daerah, sunguh merupakan sentilan kesehatan bagi kita semua dalam bersikap merajut masa depan generasi muda, setidaknya bisa mengatasi permasalahan kematian secara besar.
Bagaimana hasil penelitian harus bersikap?.
Bosan politik kepentingan pribadi dan golongan , tak menghasilkan terobosan kehidupan masyarakat yang sehat. Sudah saatnya kita memerlukan kesatuan pendapat, menghadirkan kualitas manusia sehat bagi negara kita tentunya. Soalnya ketika kita kencang di putaran debat politik, tidak ada sumber daya manusia kita yang hebat dalam mengambil sikap briliant dalam percaturan politik tingkat dunia, kalaupun ada tidak lebih dari lima orang dari jumlah penduduk ratusan juta manusia.Lalu dalam proses penelitian kesehatan juga sangat diperlukan secara teratur, berjangka, sistematis, agar menjadikan pengetahuan kesehatan menjadi bagian dari kepentingan bersama. Biarkan ilmuwan-ilmuwan mencari terobosan kesehatan bagi negaranya, tambahkan pelayan-pelayan kesehatan, berikan beasiswa bagi profesional kesehatan yang akan mulai terjun dan juga para penerusnya.
Penataan sektor ekonomi pada saat epidemi?.
Terlalu banyak hal pengeluaran yang harus disederhanakan menjadi lebih mempunyai nilai keuntungan, kegunaan, serta efektifitas pemakaiannya. Mulai dengan menata angka-angka belanja daerah, negara, pendapatan , gaji-gaji pejabat serta membuka mata melihat digit pengeluaran. Perubahan harus segera dilaksanakan, apabila tidak ingin melorot secara finansial dalam mengahdapi route panjang epidemik. Tidak perlu lagi mendiskusikan, berdebat panjang untuk menghidupi hajat hidup orang banyak. Banyak pejabat harus paham akan situasi kondisi epidemik ini, pemimpin negara harus bisa mengatur dengan baik, demi keberlangsungan , kebahagian, kesejahteraan warga negaranya.
Bagaimana dengan perjanjian baru ?
Buat segera perjanjian-perjanjian baru, revisi, adaptasikan dengan situasi terkini, tidak ada perjanjian bisa berdiri kokoh menghadapi serangan epidemik. Ada hal yang harus dibangun untuk keberlangsungan keamanan, relokasi ruang untuk penjara serta ruang kesehatan bagi setiap daerah. Berikan hibah lokasi, percayakan pelayanan kepada daerah untuk menetukan wilayahnya. Konsentrasikan penuh untuk meningkatkan sumber daya manusia tenaga kesehatan dalam jangka waktu lima tahun kedepan, percepat proses belajar mengajarnya, tetapi harus tetap dengan standar profesionallitas.
Kesadaran warga negara terhadap nilai kesehatan?.
Kita kembalikan lagi kepada setiap individunya, tidak mungkin kita yang sedang bernegara harus selalu mengingatkan tentang kesadara diri dalam hal bercuci tangan. Paling tidak mungkin lagi apabila kita harus menjaga setiap jarak dua meter, setiap jalan raya, setiap komplek, setiap desa, di penuhi oleh aparat hanya untuk bilang, jangan berkumpul. Kita harus bersikap dewasa demi kesehatan generasi masa depan.
Merupakan kewajiban dari setiap individu mengetahui pentingnya kesehatan pribadi dan keluarga, biasanya peranan negara melalui pemerintahan daerah dan pusat harus bisa menyampaikan hal tersebut. Dengan cara edukasi secara terus menerus dengan berkesinambungan tanpa bosan. Apalagi kalau karakter mental manusianya berbeda-beda. Tetapi proses edukasi akan menghasilkan SDM yang hebat pada waktunya nanti.
Ketika kesulitan datang, pasti ada kesenangan?
Sebenarnya epidemi ini memberikan peluang besar kepada negara, pemerintah pusat, pemerinta daerah, warga masyarakat dan semua segala sektor profesional untuk segera merubah sikap, peraturan, program, kebijakan serta pelayanan, karena inilah waktu yang tepat untuk melakukan hal tersebut. Kita dapat membuat suatu perubahan perjanjian positif, kesepakatan yang diperbaharui agar mendapatkan nilai keuntungan untuk semua pihak dan juga kebijakan kebersamaan antara penyedia, distributor, konsumen dan pembeli .
Semua pihak akan mendapatkan pencerahan, rakyat sipil akan kembali belajar dengan semua pengalaman epidemi. Sadar akan pentingnya menata kebersamaan, lingkungan serta kesatuan.
Pemerintah akan mendapatkan ide-ide menarik, agar kembali menyesuaikan peraturan-peraturan yang ada untuk dijadikan suatu sumber ketahanan pangan, kreativitas dan juga loyalitas dari para aparatur sipilnya.
Negara mempunyai kemampuan yang sangat besar dalam hal epidemi ini, bisa melakukan kebijakan cepat, terarah, positif, tepat sasaran menguntungkan semua aspek dalam kemasyrakatan. Kini waktunya untuk menyediakan segala kebutuhan untuk hajat hidup bangsa dengan kemampuan sendiri, bersikap berdikari tingkatan kedua. Karena kita bangsa kuat, besar, Kaya Raya, mungkin hampir lupa Bahwa kita adalah Negara dengan kemampuan besar sejarah, latar belakang Dari keturunan yang bersikap mandiri dan berdikari.
Beberapa cuplikan penyemangat berdikari oleh para pendiri negeri,
“Dalam pidato kenegaraan 17 Agustus 1964, Bung Karno memberikan judul pidatonya “Tahun Vivere Pericoloso (Tavip)”. Ia menginstruksikan seluruh rakyat untuk melaksanakan Tri Sakti Tavip. Yakni, berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang kebudayaan.(sumber, Republika 04/06/2016).
“Konsep Habibienomics, diperkenalkan pertama kali oleh ekonom Kwik Kian Gie tahun 1993 pada sebuah tulisan atau opini yang dimuat di salah satu surat kabar nasional yang merupakan pemikiran dari BJ Habibie,” kata Joy di Manado. (sumber Tirto.id (12/9/2019).
“Dengan sehat dan pintar, manusia Indonesia bisa produktif. Dan jika produktif, kita memiliki daya saing yang tinggi,” jelas Jokowi. Sedangkan pemerataan, menurut Jokowi, diwujudkan dalam pembangunan koperasi, UMKM, pasar tradisional, pertanian, maritim dan industri. Jokowi menegaskan pembangunan harus dimulai dari desa. Dia yakin dengan sistem ekonomi berdikari seperti apa yang dipaparkan itu mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat. (sumber, tokoh.di (16/06/2014) Ekonomi Berdikari Jokowi)
Mencapai cita-cita masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila itu tidaklah mungkin hanya dengan melaksanakan satu Pelita saja. Masyarakat adil dan makmur tidak akan jatuh dari langit, harus diperjuangkan melalui pembangunan secara bertahap, diperlukan landasan yang kuat, ialah industri yang didukung oleh pertanian yang tangguh”, Presiden Soeharto .
Mulai saat ini, kita sediakan semua produksi, sandang, pangan, papan ala negara kita sendiri. Perkuat semua sektor-sektor penting oleh manusia-manusia negara sendiri. Karena kita sudah belajar dari epidemi, siapa yang menolong kita saat ini kalau bukan negara serta warga negaranya. Belum ada kata terlambat, kita pasti bisa berdikari, maju terus kesehatan negeri. Semuanya pasti akan bagus pada waktunya, seperti kutipan peribahasa berikut ini, ” sedikit-sedikit, lama-lama menjadi bukit”.
[fiq/RID]
sumber: Dari segala sumber