Meliana Oh Meliana !

Rakyat.id
19/09/18

 

Maafkan saya Ibu, saya membela Meliana

Suara itu bergema diatas angkasa raya, apakah belum cukup sampai melewati tebalnya kisi-kisi jendela, lapisan-lapisan telinga serta keheningan semesta. Sekarang ucapan spontan, pertanyaan, solusi pertimbangan, merupakan ancaman bagi penistaan. Kalaupun hanya kata, sebaiknya itu disebut penistaan kata-kata, tidak lebih dan tidak kurang. Kalau hanya berbisik lalu menjadi telisik ke meja hijau, lebih baik lantang tidak hanya diam. “Aku menolak untuk menerima pandangan bahwa umat manusia begitu terikat dengan rasisme dan perang buta yang mangatakan bahwa cahaya perdamaian dan persahabatan tidak akan pernah menjadi kenyataan…Aku percaya bahwa kejujuran dan cinta sejati akan membuahkan hasil” Martin Luther King.

 

Terlalu keblinger menjadikan pegangan pedoman kehidupan menjadi persaingan kehidupan kepada ajaran lainnya dalam perbuatan perilaku keseharian. Hanya ajaran untuk di teladani bagi dirisendiri, lalu dilakukan dalam ruang hidup kenyataan dengan baik sesuai dengan ajarannya. Tetapi saat ini tidak lagi bisa dimiliki secara pribadi, semuanya mempunyai kepemilikan kelas merasa yang paling hebat dan suci. Minoritas tidak lagi menjadi cover lagu legendaries, tetapi sekarang selalu menjadi bulan-bulanan sikap kritis yang tak jelas meringis. Mayoritas mengembangkan kata-kata semaunya, atas nama undang-undang penistaan, walaupun masih binggung dalam pemakaian kata serta data.

 

Kau tidak boleh lagi mengeluh karena sikap dan penilaian, kau tidak boleh lagi bersuara karena akan ada aksi pengancaman, kau hanya boleh diam seribu kata agar tidak ada lagi penyerangan. Banyak anggapan serta reaksi, menanggapi penuh haru, sedih, serta tangis, apa yang sedang terjadi ?.

 

Kenapa kau tidak bisa menerima, walaupun itu hanya tanggapan seperti ungkapan kata biasa. Itu hanya berupa ungkapan, “Woiy, jangan berisik mau rekaman!”, Woi jangan berisik, matikan mesin kalau masuk gang!” , Woi jangan berisik diperpustakaan, ada orang lagi baca buku!”, “Woi jangan berisik, lagi tidur siang!”,” Woi jangan berisik, nanti jadi bikin gak asik!”, sepertinya saya lebih baik diam, agar saya tidak terkena permasalahan dengan kata-kata, mungkin saja “anda” suatu waktu juga akan terkena permasalah seperti ini? lalu siapalah saya ? hanya mau berbuat  dan bilang kepada perempuan seorang Ibu dengan empat anaknya, bahwa dia tidak bersalah. Karena saya juga sering bilang berisik kepada angkasa , walaupun saya mengucapkan kata-kata tersebut untuk diri saya, apakah saya langsung menjadi penista ?

 

Maafkan aku Meliana, belum bisa berbuat apa-apa untuk membebaskanmu dari jerat yang bernama penista agama, kamu tetaplah Meliana yang tidak akan pernah mengancam siapapun dan seorang ibu yang tidak mempunyai hasrat untuk menimbulkan ancaman. Maafkan aku Meliana, kalaupun sekarang anda menjadi korban, entah waktunya kapan bagi saya?, mungkin saja minoritas akan terbawa ke dalam sel penjara semuanya. Menjadi monument kenangan rekor dunia atas nama penistaan agama.

Seperti ungkapan Gus Dur “Tuhan Yang Maha Besar, Maha Agung dan Maha Berkuasa tidak perlu dibela. Yang memerlukan pembelaan adalah manusia yang ditindas dan dianiaya”. [fiq/rid]

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
© PT. Aliansi Rakyat Multimedia Indonesia 2021
userusersmagnifiercrossmenuchevron-down
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x