KEMENPPPA RI KOMITMEN HAPUSKAN KEKERASAN SEKSUAL PEREMPUAN & ANAK UNTUK KESETARAAN

Rakyat.id
08/11/21

Rakyat.id - Jakarta (07/11) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menekankan komitmen pemerintah khususnya Kemen PPPA dalam mengupayakan penghapusan kekerasan seksual terhadap kelompok rentan yakni perempuan dan anak untuk mewujudkan kesetaraan. Melalui menurunnya angka kekerasan seksual, potensi sumber daya manusia termasuk di dalamnya perempuan dan anak akan dapat ditingkatkan dan membawa kesejahteraan bagi bangsa Indonesia.

Pemerintah sampai saat ini telah berkomitmen dan tidak berhenti berjuang untuk menghapuskan kekerasan seksual. Penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi salah satu dari lima prioritas kerja Kemen PPPA yang diamanatkan oleh Presiden Joko Widodo. Perlindungan terhadap perempuan dan anak merupakan masalah kita bersama, hal tersebut dikarenakan perempuan mengisi setengah dari populasi Indonesia, sementara anak mengisi sepertiga dari populasi. Seringkali belum kita sadari bahwa kualitas perempuan dan anak nyatanya berpengaruh terhadap kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Maka saya mengajak seluruh pihak untuk turut serta dalam perjuangan menghapuskan kekerasan seksual,” tegas Menteri Bintang dalam Webinar Nasional Red Colony Law Fair IV (06/11).

Menteri Bintang menegaskan jaminan perlindungan terhadap perempuan dan anak sebagai warga negara Indonesia telah terangkum dalam pembukaan dan batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara RI 1945. Meski begitu, budaya patriarki yang mengakar di masyarakat menjadikan perempuan dan anak sebagai pihak yang memiliki posisi lebih rendah dan rentan terhadap diskriminasi, perlakuan salah, termasuk kekerasan seksual. Hal tersebut diperparah saat pandemi Covid-19 melanda, yang menyebabkan korban terjebak bersama pelaku kekerasan.

Berdasarkan data SIMFONI, pada Januari – Oktober 2021 terdapat 7.913 korban kekerasan terhadap perempuan, dimana 14,5 persennya merupakan kasus kekerasan seksual. Sementara itu, terdapat 12.262 korban kekerasan terhadap anak dimana 53,9 persen merupakan korban kekerasan seksual. Perlu menjadi perhatian kita bahwa jumlah tersebut adalah berdasarkan pelaporan, sementera fenomena kekersaan apalagi kekerasan seksual seperti gunung es, dimana jumlah yang sebenarnya dapat lebih besar lagi. Untuk itu saya berharap seluruh pemangku kepentingan harus memiliki perspektif dan kepekaan terhadap penyintas dalam pencegahan sampai penanganan kasus, sehingga upaya penghapusan dan penanganan kekerasan seksual dapat betul-betul membantu korban,” jelas Menteri Bintang.

Melanjutkan hal tersebut, Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ali Khasan menyampaikan upaya-upaya yang telah dilaksanakan Kemen PPPA dalam rangka menghapuskan kekerasan seksual. Salah satunya sesuai dengan hasil Rapat Terbatas (Ratas) 9 Januari 2020, Kemen PPPA memprioritaskan aksi pencegahan kekerasan, memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan, manajemen penanganan kasus, penegakan hukum dan memberikan layanan rehabilitasi dan reintegrasi sosial dalam penanganan kasus kekerasan.

Dari hasil Ratas tersebut Kemen PPPA meluncurkan sistem pengadun kekerasan perempuan dan anak SAPA 129 dan terintegrasi dengan data pelaporan SIMFONI. “Terkait reformasi yang dilakukan dalam manajemen penanganan kasus yang dilakukan secara besar-besaran, Kemen PPPA mengupayakan one stop services terkait layanan pengaduan. Bagaimana caranya agar kita bisa memberikan layanan yang terintegrasi dengan UPTD PPA (Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak), memberikan rehabilitasi sosial dan reintegrasi yang berkoordinasi dengan kementerian/lembaga lainnya,” jelas Ali Khasan.

Kemen PPPA juga melaksanakan upaya-upaya pencegahan melalui mensosialisasikan kepada para pemangku kepentingan dan masyarakat mengenai potensi dan dampak ketika terjadi kekerasan dalam rumah tangga, tindak pidana perdagangan orang dan kekerasan seksual, serta kekerasan berbasis gender lainnya. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan dan masyarakat, sehingga mampu menyadari akar permasalahan kekerasan seksual dan berani melaporkan ke pihak berwenang.

Dalam kesempatan tersebut turut hadir Ketua Umum PAWIN (Perkumpulan Advokat Wanita Indonesia), Erlin Cahaya Sugiarti yang menekankan pentingnya akses, partisipasi dan kontrol untuk mewujudkan kesetaraan gender. Erlin menekankan manfaat kesetaraan gender yang salah satunya dapat berpengaruh terdapat kekerasan.

Kesetaraan gender dapat bermanfaat dalam mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, sebab ketidaksetaraan gender merupakan akar penyebab kekerasan,” tutur Erlin.

Erlin menambahkan instrumen hukum Indonesia yang ada dan melandasi perwujudan persamaan dan keadilan untuk perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, antara lain: (1) Undang-Undang Dasar Negara RI 1945; (2) UU Nomor 68 Tahun 1958 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak-Hak Politik Perempuan; (3) UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan; (4) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; (5) UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya; (6) UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.

Sumber & Foto: (KEMENPPPA RI).

 

[RID/fiq]

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
© PT. Aliansi Rakyat Multimedia Indonesia 2021
userusersmagnifiercrossmenuchevron-down
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x