Kisah Budi Pego
Budi Pego (38) adalah petani dan pedagang buah naga asal Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur. Selain menjadi petani, dia aktif menolak adanya pertambangan emas yang menyasar gunung-gunung di wilayahnya. Sejak 2014, ayah dua anak ini telah mengikuti belasan aksi unjuk rasa hingga mogok makan.
Budi Pego dijerat Pasal 107 ayat a UU No 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.
Kasus tersebut bermula saat puluhan warga Kecamatan Pesanggaran menggelar aksi pemasangan spanduk untuk menolak pertambangan emas oleh PT Bumi Suksesindo dan PT Damai Suksesindo pada 4 April 2017. Massa membuat 11 spanduk di rumah Budi Pego dengan kain putih dan cat semprot.
Namun, saat aksi berlangsung, tiba-tiba muncul spanduk lain yang berlogo palu arit. Kasus ini dilaporkan oleh Senior Manager External Affair PT Bumi Suksesindo (BSI) Bambang Wijonarko ke Polres Banyuwangi, empat hari setelah demo berlangsung. Bambang dalam laporan polisi bernomor LP-B/78/IV/2017/Jatim/Res Bwi itu menyertakan video unjuk rasa dan kliping media sebagai bukti.
PT BSI adalah perusahaan tambang yang kerap ia protes. Perusahaan itu mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksploitasi Produksi sejak tahun 2012 seluas 4.998 ha di blok Gunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran. Sedangkan PT Damai Suksesindo (DSI) mengeksplorasi blok Gunung Salakan di kecamatan yang sama, seluas 6.623,45 ha.
Budi Pego ditetapkan sebagai tersangka pada 15 Mei. Dia kemudian ditahan ke Lembaga Pemasyarakatan pada 4 September 2017, setelah berkas acara pemeriksaan (BAP) dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Negeri setempat. Sepuluh hari kemudian atau 14 September 2017, kasusnya disidangkan.
Putusan bersalah terhadap Budi Pego sebelumnya memantik kecaman dari sejumlah organisasi. Amnesty International Indonesia, misalnya, menganggap Budi Pego sebagai tahanan nurani (prisoner of conscience) dan meminta agar dibebaskan tanpa syarat.
Sebab putusan itu akan membuat orang-orang menjadi takut untuk memberikan kritik atas segala ketidakadilan yang terjadi di masyarakat.
Menurut Forum Rakyat Banyuwangi:
Rosdi Bahtiar Martadi, dari Forum Rakyat Banyuwangi, komunitas untuk advokasi lingkungan, menyesalkan putusan Pengadilan Tinggi Jatim. Sebab putusan tersebut menganggap Budi Pego sebagai penyebar komunis. Padahal, spanduk berlogo palu arit yang muncul dalam demo tolak tambang pada 4 April 2017, adalah spanduk siluman.
Sementara aksi demo Budi Pego bersama ratusan warga saat itu murni untuk menolak tambang emas. “Jadi bukan persoalan pidana 10 bulan yang dijatuhkan. Tapi hukuman bersalah karena dituding menyebarkan komunisme, ” katanya.
Selain Budi, kasus spanduk palu-arit ini juga menjerat tiga tersangka lain. Mereka yakni Dwi Ratnasari (22), Trimanto Budi Safaat (21) dan Cipto Andreas (28). BAP ketiga petani ini masih di tingkat Polres. Mereka ditetapkan sebagai tersangka karena memegang dan membentangkan salah satu spanduk berlogo palu arit saat aksi berlangsung di depan kantor kecamatan Pesanggaran.
Aktivis lingkungan penolak tambang emas di Banyuwangi, Heri Budiawan alias Budi Pego, mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur kepada Mahkamah Agung. Pengadilan Tinggi menghukumnya 10 bulan penjara karena dianggap terbukti menyebarkan ajaran komunisme dalam segala bentuk dan perwujudannya.
Tim kuasa hukum Budi Pego menyerahkan memori kasasi melalui Pengadilan Negeri Banyuwangi, Rabu 25 April 2018. Mereka didampingi oleh keluarga dan warga penolak tambang emas. “Terdakwa memutuskan kasasi karena tidak puas atas putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur,” kata Ahmad Rifai, salah satu kuasa hukum, Rabu 25 April.
Keputusan PengadilanTinggi Jawa Timur.
Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur Nomor 174/PID.SUS/2018/PT SBY itu menguatkan putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi pada 23 Januari 2018. Bahkan, kata Rifai, amar putusan Pengadilan Tinggi menyebutkan dengan jelas bahwa terdakwa terbukti menyebarkan ajaran komunisme.
Sementara isi putusan Pengadilan Negeri hanya menyebutkan bahwa terdakwa mengancam keamanan negara.[rid]